PENCERAHAAN KEPADA RAKYAT MALAYSIA TENTANG [ ISIS, IS, Dan Media Massa ] UMAT ISLAM WAJIB BACA.


Beberapa hari terakhir ini, media massa nasional tiba-tiba getol memberitakan (termasuk mengarahkan opini) seputar ISIS (Islamic State of Iraq and Syam) alias Daulah Islam Irak dan Syam. Setelah mendeklarasikan berdirinya Khilafah Islamiyah pada 1 Ramadhan 1435 H atau bertepatan dengan 29 Juni 2014, ISIS dibubarkan karena sudah tercapai cita-cita mendirikan IS (Islamic State), yakni Daulah Islam. Alasannya, ISIS tidak akan mampu mewadahi umat yang akan terus bertambah seiring dengan ditaklukkannya wilayah di luar Irak dan Syam. Sehingga nama IS (Islamic State) atau Daulah Islam atau Khilafah Islam menjadi nama yang setara dengan kekuatannya kelak.

Saya banyak ditanya juga apa pendapat saya tentang ISIS. Saya menyampaikan bahwa sepengetahuan saya ISIS sudah dibubarkan dan namanya yang dipilih sekarang IS (Islamic State) atau Daulah Islam atau Khilafah Islamiyah. Namun, isu yang bergulir di media massa nasional saat ini adalah ISIS. Padahal, isu untuk nama itu sudah terlalu jauh tertinggal di belakang masa lalu perjuangan mereka.

Memang, sejauh ini, jika saya ditanya apa sikap saya tentang fenomena ISIS (yang kini sebenarnya sudah diganti jadi IS), saya memilih “wait and see”. Saya masih mendalami informasi yang lalu-lalang di media massa, karena itulah satu-satunya sumber informasi saya saat ini. Tepatnya saya masih menahan diri untuk tidak memberikan pendapat terlalu jauh. Jika boleh berharap, mendengar kabar Khilafah Islamiyah berdiri setelah sekian lama runtuh di tahun 1924, jujur saya bergembira karena ternyata tak harus menunggu generasi setelah saya untuk menyaksikannya. Ya, saya terharu (jika benar-benar pada akhirnya terwujud atas izin Allah Ta’ala) karena menjadi bagian yang menyaksikan kelahiran Khilafah Islamiyah yang ditunggu-tunggu itu. Namun demikian, karena berita masih simpang siur seputar ‘kriteria’ khilafah yang dideklarasikan tersebut, untuk sementara saya memutuskan menunda terlebih dahulu kegembiraan tersebut sampai terbukti bahwa itu benar Khilafah Islamiyah yang dirindukan umat Islam selama ini.

Saya sempat ditanya seseorang, apakah saya mendukung ISIS? Hmm… saya memiliki alasan bahwa setiap orang atau kelompok dakwah atau faksi-faksi Mujahidin di manapun dalam berjuang pastinya menginginkan kebaikan bagi umat dan agama ini, jika mereka ikhlas dalam perjuangannya. Itu sebabnya, saya menahan diri dari memberikan penilaian di luar pengetahuan saya. Saya berusaha tidak mencela, tidak menghina, tidak memberikan cap negatif. Intinya saya husnudzan (berbaik sangka) pada perjuangan setiap muslim di belahan bumi manapun (tidak hanya kepada ISIS) yang bertujuan meninggikan kalimah Allah dengan menerapkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara. Semoga Allah Ta’ala menolong mereka dan meneguhkan kedudukan dan merapatkan barisan perjuangan mereka agar umat yang sudah merindukan tegaknya Khilafah Islamiyah bisa terobati.

Nah, khusus menyikapi fakta pemberitaan di media massa yang ternyata masih getol membawa headline “ISIS” bukan “IS”, saya mencoba menganalisisnya (meski sedikit) dari sudut pandang teori komunikasi, khususnya komunikasi massa. Ya, karena saya sendiri mendapatkan informasi dan opini seputar ini melalui media massa. Saya hanya mencoba menilik lebih lanjut mengapa media massa nasional gencar memberitakannya bahkan presiden, menteri luar negeri, menkemhumkam, kapolri, MUI, termasuk tokoh masyarakat dari berbagai kalangan serentak mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh dengan ajakan dan ideologi ISIS. Mengapa headline yang digunakan ISIS, bukan IS? Seandainya digelontorkan isu Islamic State sebagai headline pemberitaan, rasa-rasanya akan lain dampaknya. Bagaimana pun juga, ide negara Islam bagi mayoritas kaum muslimin yang beriman dan mengerti arah perjuangannya akan menyambutnya. Mungkin ini sudah diantisipasi oleh pihak yang memberitakan agar tidak terjadi blunder. Namun, dengan mengangkat ISIS (yang pada faktanya sudah basi) berharap banyak umat Islam ikut-ikutan menolaknya karena dianggap kelompok sempalan, apalagi kemudian BNPT mencapnya sebagai bagian dari terorisme.

Muslihat propaganda di media massa

Terkait pemberitaan di media massa yang memojokkan ISIS, perlu diketahui ada beberapa muslihat propaganda yang digunakan oleh media massa. Pertama, Name Calling (penggunaan nama ejekan). Memberikan nama-nama ejekan kepada suatu ide, kepercayaan, jabatan, kelompok, bangsa, ras dan lain-lain agar khalayak menolak atau mencercanya tanpa mengkaji kebenarannya. Sebagai contoh ekstrimis, teroris, atau radikal. Ini terbukti selama ini.

Kedua, Glittering generality (penggunaan kata-kata muluk). Kebalikan dari name calling yang tujuannya agar khalayak menerima dan menyetujui tanpa upaya memeriksa kebenarannya. Sebagai contoh ajakan kepada masyarakat untuk tetap menjadikan ideologi tertentu (selain Islam) sudah final dan harus dijadikan sebagai anutan. Mereka memaksakan bahwa demokrasi adalah sistem yang ideal saat ini. Glittering generality ini bisa digunakan untuk berbagai kepentingan.

Ketiga, Testimonial (pengutipan). Dengan mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik tidaknya suatu ide atau produk dengan tujuan khalayak mengikutinya. Ternyata perang terhadap teroris ini, Amerika Serikat tidak saja menggunakan kata-kata dari para tokohnya tetapi juga pernyataan-pernyataan dari tokoh umat Islam yang ditempatkan seolah-olah membela mereka dan menyalahkan kaum muslimin. Ini terjadi juga pada kasus ISIS yang diberitakan saat ini. Padahal, faktanya masih perlu klarifikasi.

Keempat, Card stacking (pemalsuan). Secara harfiah berarti “penumpukan kartu”, secara maknawi berarti upaya menutupi hal-hal yang faktual atau sebenarnya seraya mengemukakan bukti-bukti palsu sehingga khalayak terkecoh. Sebagai contoh, tampak sekali dari berbagai kebohongan Bush dan Blair sebelum serangannya ke Iraq pada 2003. Pada akhirnya, setelah invansi, kebohongan itu terungkap sehingga di berbagai dunia mengecam mereka termasuk di negara mereka sendiri. Begitupun dengan kasus ISIS yang terus digelontorkan di media massa, seolah ingin puas memberikan stigma terhadap perjuangan mereka. Bukan tak mungkin pula bisa memalsukan fakta yang sesungguhnya terjadi. Padahal, sekali lagi, kita pun berhak bertanya, apakah benar yang diberitakan seperti itu sesuai faktanya?

Kelima, Bandwagon (hura-hura). Secara harfiah berarti “kereta musik”, namun maksudnya adalah mengajak khalayak untuk secara ramai-ramai menyetujui suatu gagasan atau program, dengan terlebih dulu meyakinkan mereka bahwa kawan-kawan lainnya pun kebanyakan telah menyetujuinya. Misalnya penggunaan istilah masyarakat internasional dalam memerangi terorisme. Bisa juga menggunakan pilihan kata, masyarakat dunia semua menolak ISIS, dan lain sebagainya.

Apa sikap kita?

Tetap waspada dengan tidak mudah tersulut melakukan tindakan mencurigakan, karena bisa jadi ada banyak kalangan yang bermain di air keruh ini. Pertama, intelijen. Mungkin saja mereka menggunakan isu ini sebagai cara untuk memancing keluar orang-orang yang dianggap teroris yang diindikasikan mendukung ISIS. Kedua, para pendengki perjuangan Islam. Ini yang agak repot. Sebab, tak sedikit yang justru dari kalangan kaum muslimin sendiri. Jika pendengki itu berasal dari orang liberal, sekular, dan munafik masih bisa diatasi. Tetapi jika itu dari sesama pejuang Islam, akan meningkatkan gesekan dan bukan tak mungkin jadi ajang adu domba sesama pejuang Islam. Ketiga, pihak yang membenturkan keyakinan ideologi Islam dengan ideologi selain Islam. Biasanya penguasa. Sebab, tatanan ideologi (selain Islam) yang selama ini dibangun, tak akan mau begitu saja digilas dengan ideologi Islam.

Selain itu, bagi kita kaum muslimin, dalam menyimak pemberitaan di media massa harus tetap waspada. Jika berita itu datangnya dari orang fasik saja, harus dicek kebenarannya, apalagi jika datangnya dari orang-orang yang membenci Islam dan kaum muslimin serta para pendengki perjuangan Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujuraat [49]: 6)

Jadi, tetap tenang. Terus cari informasi berimbang dan dari sumber yang bisa dipercaya. Bandingkan dengan fakta yang ada dari semua informasi yang berhasil dikumpulkan. Tetap husnudzan pada perjuangan kaum muslimin di mana pun. Jika kita masih ragu dengan perjuangan ISIS, jangan lantas ikut-ikutan latah mencelanya, jangan memfitnah dan jangan memberi cap negatif karena fakta yang kita lihat pun saat ini lebih banyak melalui media massa (bahkan banyak di antaranya dari media sekuler). Sabar, menunggu, dan lihat nanti ke depannya sambil berdoa untuk kemenangan kaum muslimin. Allah Ta’ala pasti memenangkan perjuangan orang-orang yang ikhlas berjuang di jalan-Nya. Berapapun jumlah para penentang dengan membuat makar untuk menggagalkanya, tetapi jika Allah berkehendak saatnya umat Islam kembali memimpin dunia, pasti akan dikalahkan semua kekuatan musuh tersebut. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (QS ash-Shaff [61]: 8)

Terakhir, semoga harapan ini benar. Jika benar IS (Islamic State) yang sudah diperjuangkan ISIS dan para mujahidin di Bumi Syam (yang diberkahi itu), maka era kepemimpinan Islam untuk dunia sejatinya sudah dimulai. Kita menjadi saksi sejarahnya. Semoga memang demikian. Saya tetap menunggu kabar baik itu. Saya rindu dengan hadis ini, Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): “Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditem­bus malam dan siang. Allah tidak akan mem­biarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya se­hingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran” (HR Ibnu Hibban)

Salam,

O. Solihin
BERITA TERUS DARI DAULAH ISLAM ; SINI

Ulasan