Kurdistan Amerika – Antek Baru Andalan Amerika Di Syam Dan Irak Dalam Memerangi Negara Islam IS

dabiq10 - AmerikaKurdistan

{Kamu  kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah} [al-Hasyr: 14].

Ketika pesawat tempur Amerika mulai membombardir kawasan Ayn al-Islam tahun lalu dalam rangka mendukung antek YPG mereka –cabang PKK Syria – dalam upaya menghalangi ekspansi Daulah Islam, para pendukung PKK secara antusias menyambut intervensi Amerika di kawasan tersebut. Kegembiraan mereka dilatari oleh kekuatan senjata angkatan udara  Amerika bahkan tidak surut ketika angkatan udara yang sama yang membinasakan Ayn al-Islam, merubah kota Kurdi menjadi tumpukan puing dan reruntuhan. Para salibis putus asa itu membutuhkan kekuatan antek yang kompeten di darat yang berarti mereka telah siap mengeluarkan ratusan juta dolar, bahkan lebih, untuk membantu melalui udara bagi sebuah organisasi yang masih dianggap memiliki entitas teroris.

Bagi PKK, itulah alasan untuk merayakannya. Tiba-tiba mereka memiliki kekuatan udara sendiri, dan sangat jelas para salibis juga membutuhkan mereka, dan sepanjang mereka perhatikan, tidak ada yang dapat memungkiri hal ini, inilah kelahiran Kurdistan Amerika.



Membentang  dari Turki belahan timur, melalui utara Syria dan Iraq, seluruh jalur menuju barat laut Iran, kawasan yang acap kali dikaitkan dengan Kurdistan yang terdiri dari mayoritas penduduk Kurdi. Meskipun warisan muslim kurdi menghasilkan pahlawan seperti Salahuddin al-Ayyubi, diantara lainnya, bagian terbesar dari faksi politik dan militer Kurdi hari ini ialah sekularis atau Marxis murni.

Faksi yang paling menonjol dari faksi-faksi yang saling bersaing ini ialah PKK, KDP, dan PUK.

Digerakkan oleh jiwa oportunis mereka, bukan karena rasa takut mereka pada berkuasanya syariah Allah di Kurdistan, kelompok ini telah bersekutu dengan salibis dalam perang mereka melawan Daulah Islam, yang darinya mereka berharap dukungan citra pada layar politik internasional, dan mengamankan Amerika dan dukungan internasional bagi tujuan politik mereka yang ditukar dengan peran busuk Kurdi di garis depan melawan mujahidin. Para salibis meyakini bahwa PKK adalah kunci strategi mereka di Syam, untuk menyelamatkan rasa malu mereka karena telah mengandalkan Free Syrian Army (FSA) yang gagal.

Di Syam, PKK digambarkan sebagai kekuatan yang mampu melawan dan menang atas mujahidin.

Kenyataannya, bagaimanapun, PKK sama saja, tidak lebih kompenten dibandingkan FSA.  Merekka kehilangan ratusan desa dan menyerah pada teritori yang luas membentang di pinggiran Ayn al-Islam di Wilayah Halab dan Wilayah Raqqah dalam hitungan hari, oleh tentara khilafah yang akhirnya dapat masuk dan merebut jalur mereka melalui Ayn al-Islam, dan bahkan menguasai sebagian besar kota.

dabiq10 - AmerikaKurdistan2
FSA sekuler bekerjasama dengan atheis PKK memerangi Daulah

Beberapa bulan kemudian, para salibis memfokuskan tiga perempat serangan udaranya di Iraq dan Syam pada kota Ayn al-Islam saja, dalam upaya mengeluarkan para mujahidin – semua ini dalam rangka mendukung para prajurit PKK yang “menakutkan”. Dalam ketidak mampuan PKK melawan Daulah Islam, koalisi salibis terus menfasilitasi mereka dengan bantuan serangan melalui udara dalam pertempuran melawan mujahidin. PKK akan mengklaim bahwa mereka mengalami kemajuan melawan Daulah Islam, sedang kenyataannya ialah mereka dan sekutu mereka FSA hanya bergerak ke area-area Daulah Islam yang telah dibom para salibis, meninggalkan area yang telah menjadi ouing untuk diambil. PKK dan sekutunya tidak berjuang untuk mendapatkan wilayah, mereka bersembunyi dan menunggu, membiarkan para salibis melakukan kerja mereka dan kemudian masuk dan memanen hasilnya ketika semua selesai. Taktik para pengecut inilah yang menjadi cara mereka dan sekutu mereka FSA – Jamal Ma’ruf, Abu Isa ar-Raqqah, dan Abdul-Jabbar al-Akidi – akhir-akhir ini dapat maju ke kota Suluk dan Tall Abyad di Wilayah ar-Raqqah.

Masih sebagai antek yang inkompeten, PKK – tak lama setelahnya- terjepit oleh tentara Daulah Islam yang menginfiltrasi teritori mereka dan memasuki Ayn Al-Islam sekali lagi, dengan pencapaian para mujahidin yang lebih dari sebelumnya di belahan selatan dan barat kota. Ditambah lagi dengan penyerangan Khilafah di Wilayah Barakah dimana para mujahidin maju menuju kota al-Barakah dari dua titik, memukul kekuatan Nusayri dan menutup teritori PKK di kota tersebut. Demikian, Daulah Islam memaksa PKK pada posisi bertahan dengan menyerang mereka di beberapa daerah yang melintang dari Wilayah al-Barakah, melalui Wilayah ar-Raqqah, menuju Wilayah Halab, yang secara signifikan menambah jumlah front militer yang harus dihadapi PKK. Kekuatan PKK sedang dalam keadaan “bunuh diri militer” dengan menarik diri mereka sendiri menjadi kurus bagi teritori yang luas membentang seperti itu dan berupaya untuk menjaga banyak garis depan sementara hanya bersandar pada serangan udara salibis.

Dan tanpa rekruitmen lokal yang efektif di daerah yang mereka kuasai – inilah kasus yang terjadi di daerah berpenduduk Kurdi, karena PKK dibenci oleh Muslim Kurdi yang mereka tindas – PKK tidak punya harapan dalam menggenggam pencapaian yang mereka buat, hanya akan memberi celah kemajuan yang lebih lagi bagi Daulah Islam. PKK bahkan harus bersandar pada rekruitmen prajurit asing dari Barat, yang banyak dari mereka datang hanya untuk lari pulang setelah merasakan dahsyatnya peperangan dalam beberapa hari saja.

Permasalahan yang lebih komplek lagi bagi PKK ialah situasi politik di Turki. Naiknya Selahattin Demirtas, pimpinan murtad dari partai politik Kurdi di Turki yang dikenal sebagai Partai Demokrasi Rakyat, akan muncul sebagai permulaan dari berakhirnya taghut Turki Erdogan. Demirtas dapat mengamankan 13% suara dalam pemilu kufur di Turki, mencabut dominasi mayoritas taghut Erdogan dan memaksa Erdogan pada posisi dimana partai politiknya harus membentuk sebuah koalisi dengan partai Turki lainnya saat ini demi menjaga pengaruh politik dan memiliki kesempatan mendapat kekuatan politik yang lebih besar. Untuk menghadapi Demirtas dan PKK, bagaimanapun Erdogan tidak mungkin bersekutu dengan inti sekularis dari Partai Rakyat Republik – partai yang pernah dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk. Pilihan yang lebih disukai bagi Erdogan ialah bersekutu dengan Partai Pergerakan Nasionalis, yang memiliki entitas politik lebih kanan yang menolak seluruh gagasan untuk berdamai dengan PKK dan akan meminta agar Erdogan meninggalkan proses perdamaian dengan PKK dalam pertukaran dengan perjanjian antara mereka.

Karenanya, taghut Erdogan memiliki satu pilihan: memilih tetap dalam kondisi mudah diserang secara politik atau, atau meninggalkan proses perdamaian dan melanjutkan perang Turki melawan PKK. Pilihan terakhir lebih disukai dan murtaddin PKK segera akan memperbaharui permusuhannya dengan murtaddin Turki, yang akan menambah kelemahan mereka dalam melawan Daulah Islam.

Situasi bagi murtaddin Kurdi di Iraq – saingan PKK – tidaklah lebih baik. Di Iraq, milisi Peshmerga – kekuatan bersenjata dari KDP dan PUK – yang digambarkan oleh media salibis sebagai kekuatan darat yang liar yang dapat menangkis serangan Daulah Islam, menyelamatkan tentara salibis dari rasa malu karena mengandalkan tentara Iraq. Dan masih saja mereka dikalahkan di tangan para mujahidin. Hari demi hari tentara Khilafah menyerang posisi Peshmerga di beberapa daerah di Iraq dengan dikelilingi mortar dan artileri berat, dan mentarget kendaraan-kendaraan mereka dengan bom pinggir jalan. Ditambah lagi bahwa KDP dan PUK memiliki sejarah kekerasan, kebohongan, dan dendam antara mereka, sebagian besar dikarenakan perbedaan pendirian politik mereka.

KDP milik Masoud Barzani didirikan oleh ayahnya, Mustafa Barzani, dan menikmati dukungan dari suku Kurdi, sementara rivalnya PUK didirikan oleh Jalal Tabalani setelah memisahkan diri dari KDP membawa pengaruh “intelektualis” Kurdi. Dua faksi ini memiliki sejarah satu sama lain, permusuhan mereka menemui puncaknya pada konflik militer pada pertengahan 90-an. Diikuti dengan pakta perdamaian yang didalangi Amerika pada tahun 1998, kedua sisi membagi kekuasaan di Kurdistan Iraq, dengan KDP memerintah di barat laut setengah dari kawasan, dan PUK memerintah di barat daya setengah sisanya.

Sebagaimana anggota KDP yang terpecah membentuk PUK pada 1975, tokoh senior PUK memisahkan diri membentuk sebuah partai baru pada 2009 dengan sebutan Gerakan untuk Perubahan, dan hal ini hanyalah bentuk lain ketiga dari entitas politik Kurdi di Iraq, sebagaimana satu di Turki, Syria, dan Iran. Inilah perpecahan diantara murtadin Kurdistan Iraq, pendudukan  menjijikan terhadap satu sama lain, sejarah perkelahian mereka, dan kerakusan dan korupsi mereka semua menggarisbawahi ketidakmampuan mereka secara efektif memerangi Khilafah.

Bahkan dengan kekuatan udara Amerika, Peshmerga harus berjuang untuk maju melampaui teritori yang telah mereka tinggalkan menuju tentara Iraq yang hancur tahun lalu. Sehingga tidak aneh jika kemudian, Menteri Pertahanan Iggris baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan mengirim perban dan peralatan medis senilai £600.000 kepada Peshmerga.

Perpecahan dan keretakan mereka di arena politik tidak akan ada akhirnya, juga perdarahan dan pendarahan mereka di medan perang.

Harus dicatat disini bahwa seluruh agenda perebutan kekuasaan nasionalis di tanah Muslim pasti gagal, bahkan mereka yang berupaya menyatukan satu Negara atau bahkan satu etnis seperti dalam kasus murtaddin Kurdi. Ini termasuk agenda nasionalis “Islam”, yang siap mengorbankan agama mereka demi pencapaian politik temporer, kontras sekali dengan mujahidin Khilafah yang siap memotong kepala para murtaddin dari kaum mereka sendiri dalam mempertahankan syariah Allah.

Sebuah contoh yang sangat baik diperlihatkan oleh mujahidin Kurdi dari Daulah Islam yang terus mengeksekusi prajurit PKK dan Peshmerga setelah mereka mengingatkan kaum mereka sendiri untuk tidak berdiri di sisi nasionalis sekularis, dan menyeru mereka untuk bergabung dengan barisan mereka yang berjuang untuk menegakkan hukum Allah.

dabiq10 - AmerikaKurdistan3
Tentara Khilafah asal Kurdi, Mujahidin paling keras terhadap murtadin dari kalangan mereka sendiri

Syaikh Abu Muhammad al-Adnani menyoroti pendirian teguh mereka melawan murtaddin dari kaum mereka dengan mengatakan, “Akhirnya, kami tidak ingin melupakan pesan langsung kepada saudara muslim kami dan saudara dari Kurdi di Iraq, Syam, dan dimanapun. Perang kami dengan Kurdi ialah perang Religi. Bukan perang nasionalistik – kami meminta perlindungan Allah. Kami tidak memerangi Kurdi karena mereka Kurdi, tapi kami memerangi kufar diantara mereka, sekutu para salibis dan Yahudi dalam perang mereka melawan Muslim. Sedangkan bagi Muslim Kurdi, maka mereka adalah rakyat dan saudara kami dimanapun mereka. Ada banyak sekali Muslim Kurdi dalam barisan Daulah Islam. Mereka adalah para pejuang paling tangguh melawan kufar dari kaum mereka” [Sesungguhnya Rabb Kalian Benar-Benar Mengawasi].

Dengan kelemahan dan luasnya front Kurdi di Syam dan Iraq, maka para salibis hanya memiliki sedikit pilihan yang tersisa. Sekutu PKK mereka bukan hanya inkompeten, tapi juga merupakan Machiavelli asli. Mereka mendukung Bashar sejak permulaan tahun revolusi di Syam melalui milisi Shabihah Kurdi yang bekerja menghancurkan setiap percobaan melawan Bashar. Kemudian mereka membentuk persekutuan dan menandatangani gencatan senjata dengan FSA dan murtaddin “Islami”, hanya untuk melanjutkan kerjasama dengan Nusayriyyah nantinya.

Sementara itu di Iraq, perkenalan mereka dengan ketidakmampuan Peshmerga untuk meraih pencapaian perang – sebagaimana kegagalan Safawiyyin – menggiring para salibis untuk membuat parit terakhir mencoba untuk membuat kekuatan darat lokal yang cukup “kuat” untuk menghadapi mujahidin Khilafah. Mereka ingin membuat kekuatan “Sunni” yang terdiri dari inti Garda Nasional “Sunni” yang akan berada dibawah otoritas gubernur propinsi Iraq. Pengajuan ini mendapat kritik dari Rafidah dan faksi Kurdi, tapi tetp berjalan dengan sisa sejumlah faksi “jihadi” murtadin yang pro demokrasi dan kepentingan salibis.

Formasi antek baru sampai ke tahap ini dalam panggung permainan ini tidaklah mengagetkan. Para salibis kehilangan harapan dengan antek Safawi mereka dan mulai goyah pendirian dikarenakan inkompetensi mereka. Sekretaris Pertahanan Amerika, Ashton Carter, baru-baru ini menyalahkan kurangnya semangat berperang para Safawiyyin karena kekalahan dan kemunduran memalukan dari Ramadi. Sejak keterkejutan mereka karena inkompetensi antek Safawi mereka, sehingga Mosul dibebaskan.

Kemudian mereka mulai menempatkan harapan pada murtadin Kurdi. Sekarang mereka melihat ketidakefektifan antek Kurdi mereka dalam mengambil teritori mereka sendiri dari Daulah Islam, para salibis mulai bertaruh dengan Shahawat “Sunni” baru. Kejatuhan Kurdi Amerika tak dapat terhindarkan, dan para salibis tidak akan mempunyai pilihan lain selain mengejar gencatan senjata atau menempatkan pasukan mereka sendiri ke lapangan. Hasilnya, kita akan melihat koalisi salibis – dalam bahasa Amerika – akan turun dan pasti dikalahkan, bi iznillah.

Kredit : http://www.azzammedia.net

Ulasan