Memenggal Kepala Bolehkah Dalam Islam ? (bagian 3)

Memenggal Kepala Bolehkah Dalam Islam ? (bagian 3) 
       Iklan Penaja
PENJIMAT MINYAK PETROL  
BERBAIK!!! UNTUK KENDERAAN ANDA
                       
Oleh Syaikh Mahmud ibn Husein

Terjemah: Zonder

dan selainnya, dari kalangan yang ikut keluar berperang di Syam dari para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan mereka tidak mengingkari hal itu, dan tidak menyelisihinya.
Maka ini menunjukkan akan perhatian mereka atas hal ini, dan jika hal itu memang seperti itu, dan mereka adalah orang-orang yang dipercaya atas apa yang mereka lakukan, karena mereka adalah orang-orang yang faham (fuqaha) dien ini, maka atas apa yang mereka lakukan berarti mubah (diperbolehkan), karena dalam perbuatan ini ada bentuk pengokohan terhadap dien dan penguasaan atas musuh dan orang-orang kafir, dan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, dari ketidak-sukaannya akan hal ini bisa jadi bermakna tawaqufnya, dan sebenarnya pendapat beliau terdapat kesepakatan, dan

dalam kasus seperti ini dikembalikan kepada pandangan para imam yang juga mengalami kejadian seperti ini lalu menjelas-kannya, lalu melakukan sesuatu yang mereka pandang benar, dan apa yang mereka pandang sebagai ke-butuhan kaum muslimin, dan apa yang tidak mereka butuhkan, dan dari perbuatan Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhu dalam masalah kepala yang disodorkan kepadanya, beliau tidak mengingkarinya, dan bersamanya ketika itu ada sebagian shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, dan mereka bersikap dengan sikap yang sama”.

Berkata Ad-Dumairi di dalam An-Najm al-Wahhaj fie Syarhi al-Minhaj (jilid IX); “Memindahkan (membawa) kepala orang-orang kafir ke negeri kaum muslimin telah disepakati ketidak-haramannya, dan dalam hu-kum makruhnya terdapat perbedaan pendapat;



Pertama: tidak makruh, karena Abu Jahal ketika terbunuh kepalanya dibawa ke hadapan Rasulullah shal-lallahu alaihi wa sallam. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari riwayat Abdullah bin Abu Aufa dengan sanad Jayid. (didhaifkan oleh Al-Albani). Dan diriwayatkan oleh An-Nasai di dalam Al-Kubra, dari Fairuz Ad-Dailami bahwa dia berkata; “Aku datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan mem-bawa kepala Al-Aswad (Al-‘Ansi) al-Kadzdzab (si pendusta).”

Kedua; dalam riwayat shahih, dan ini diambil oleh orang-orang Iraq dan oleh Ar-Ruyani; bahwa hal ini makruh, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah dibawakan kepada beliau kepala orang kafir sama sekali. Dan diriwayatkan al-Baihaqi bahwa Abu Bakar ketika dibawa kehadapan beliau kepala Yannaq Batriq, beliau mengingkari hal itu, dan berkata; “tidak pernah dilakukan hal ini di zaman Nabi shal-lallahu alaihi wa sallam dan tidak ada faidah padanya”, [tapi aku tidak temui lafadz ini dari Abu Bakar radhiyallahu anhu]. Dan dalam riwayat tentang kepala Abu Jahal yang dibawa ke hadapan Rasulullah, te-lah kita bahas akan kuatnya dalilnya, dan kepala itu dibawa dari satu tempat ke tempat lainnya, namun tidak dibawa dari satu negeri ke negeri lainnya, dan karena mereka ingin manusia melihatnya dan yakin akan kematiannya.

Ketiga; jika dengan membawanya dan memindahkannya menimbulkan rasa sakit di barisan musuh, maka hukumnya tidak makruh.

Keempat; jika dengan membawanya menimbulkan rasa sakit di barisan musuh dan bisa menunjukkan ke-kuatan kaum muslimin, maka hal ini justru dianjurkan (mustahab), dan pendapat ini dipilih oleh Al-Mawardi”.

Disebutkan dalam At-Taj wa Al-Iklil “Sahnun”, tidak dibolehkan membawa kepala dari satu negeri ke negeri lainnya”. Dan dalam An-Nawadir wa Az-Ziyadat karya Ibnu Abu Zaid al-Qairawani; “dan dalam kitab Ibnu Sahnun, Sahnun berkata: tidak boleh membawa kepala dari satu negeri ke negeri lainnya, dan tidak juga membawanya ke pemimpin. Lalu beliau menyebutkan pengingkaran Abu Bakar As-Shiddiq; “Apakah kita meniru orang Persia dan Romawi? Cukup dengan surat dan berita”.

Dan berkata Asy-Syaukani di dalam As-Sayl Al-Jarrar; “Apabila dengan membawa (kepala) itu dapat men-guatkan hati kaum Muslimin dan melemahkan kekuatan orang-orang kafir, maka hal itu tidak dilarang bahkan termasuk perbuatan baik dan strategi yang benar, dan tidak ada sisi yang bisa dijadikan dalil hanya lantaran dia najis, karena bisa saja hal itu dilakukan tanpa menyentuhnya secara langsung, dan bolehnya hal ini tidak berhenti hanya pada tetapnya dalil dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, (tetapi juga) karena menguatkan kekuatan kaum muslimin dan meneror pasukan orang-orang kafir merupakan salah satu tu-juan dari tujuan-tujuan syariat dan tuntutannya, dan tidak ada keraguan dalam hal ini, dan telah terjadi di masa para shahabat peristiwa membawa kepala, adapun riwayat yang menunjukkan adanya pembawaan kepala di masa Nabi maka tidak ada yang kuat satu pun”.

Yang kuat dalilnya adalah masalah memotong, dan ini tidak diragukan lagi, adapun membawanya maka inilah yang diperselisihkan…

Di dalam al-Isyraf karya Ibnu al-Mundzir; Bab Membawa Kepala; “Diriwayatkan kepada kami dari Uqbah bin Amir bahwa dia berkata, Aku mendatangi Abu Bakar pada saat pertama penaklukan Syam dengan membawa kepala, beliau berkata; “Janganlah engkau melakukan hal seperti ini lagi”, Az-Zuhri berkata; “yang pertama kali melakukan kebiasaan ini adalah Ibnu Zubair, ketika dibawakan kepadanya kepala Ibnu Ziyad oleh para pasukannya”.Al-Auza’i memakruhkan membawa kepala kaum musyrikin, telah diriwayat-kan dari Ali bahwa dibawakan kepadanya kepala, dia pun kaget dan mengatakan: “Ini tidak pernah terjadi di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak juga dimasa Abu Bakar dan Umar” dan dia pun melarang membawa kepala.”

Dan di antara contoh-contoh memotong kepala dalam sejarah Islam, apa yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah tentang memerangi kaum murtad; dia berkata; “Khalid bin al-Walid menyeru Malik bin Nuwairah dan memperingatkannya dari mengikuti Sujah (seorang nabi palsu_pent) dan atas penolakannya membayar zakat. Dia berkata; “Apakah kau tidak tau bahwa itu (zakat) adalah pen-damping shalat?” Malik menjawab; “Sesungguhnya teman kalian (Abu Bakar_pent) berpendapat seperti itu”. Khalid bertanya; “Apakah dia teman kami dan bukan temanmu juga?! Hei Dhirar, tebas lehernya!”. Maka Dhirar pun menebas lehernya, lalu dia diperintah untuk meletakkan kepala itu di antara dua batu dan meletakkan panci di atasnya, menjadikan batu dan kepala itu tungku, dan pada malam itu Khalid makan di atas panci yang diletakkan di atas tungku itu, untuk menakut-nakuti bangsa Arab yang murtad dan selainnya. Dan diceritakan bahwa rambut kepala Malik dibakar untuk memasak daging yang diletak-kan di dalam panci, dan belum habis rambut itu terbakar hingga daging itu telah masak, karena lebatnya. Abu Qatadah lalu membicarakan hal itu dengan Khalid atas perbuatannya, dan peristiwa ini pun tersebar, hingga Abu Qatadah pergi dan mengadu kepada Abu Bakar, lalu Umar dan Abu Qatadah membicarakan tentang Khalid, maka Umar berkata kepada Abu Bakar; “Pecatlah dia, sesungguhnya pada pedangnya ter-dapat kecerobohan”.

Abu Bakar menjawab; “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah Allah hunus atas orang-orang kafir” dan Abu Bakar tetap melanjutkan Khalid di atas kepemimpinannya, walau dia telah berijtihad mem-bunuh Malik bin Nuwairah dan salah dalam membunuhnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang dahulu mengutus Khalid kepada Bani Judzaimah dan Khalid membunuh para tawanan yang mengatakan “shaba’na shaba’na” (Kami telah murtad, maksudnya murtad dari kesyirikan dan masuk Is-lam_pent) karena mereka susah untuk mengatakan “aslamna aslamna”. Maka ketika berita itu sampa kepada Rasulullah, beliau pun tersentak dan mengangkat tangan sambil berdoa; “Ya Allah sesungguhnya aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan Khalid”. Namun beliau tidak memberhentikannya dari kepemimpinan.

Dan dalam perang Ulais, yakni peperangan antara kaum Muslimin dan orang Persia majusi, ketika itu per-ang berlangsung dengan sengit dan dua kubu sama-sama kewalahan, hingga berkata Khalid; “Ya Allah, jika Engkau memberikan pundak-pundak mereka kepada kami, maka aku bersumpah tidak akan menyisakan mereka satu pun yang bisa kubunuh hingga sungai mereka mengalirkan darah mereka”. Kemudian Allah Azza wa Jalla mengaruniakan pundak-pundak mereka kepada kaum muslimin (memberi kemenangan pada mereka_pent), maka penyeru Khalid berteriak; “tawanlah, tawanlah, jangan kalian bunuh kecuali yang menolak dijadikan tawanan”.

Maka datanglah kuda-kuda yang mengangkut mereka gelombang demi gelombang, mereka digiring, dan telah diperintahkan beberapa laki-laki yang bertugas menebas batang leher mereka di tengah sungai, hingga air sungai itu berubah warna, maka berkatalah beberapa komandan; “Sesungguhnya sungai ini ti-dak akan mengalirkan darah mereka hingga engkau menyiramkan air ke atas darah mereka sehingga men-galirlah ke dalam sungai, dan engkau telah membebaskan diri dari sumpahmu.”. Maka Khalid melaku-kannya dan sungai pun mengalirkan darah yang pekat, sehingga sungai itu diberi nama sungai darah hingga sekarang. Maka hal itu pun berlangsung atas sungai yang merah pekat dengan darah selama tiga hari, dan jumlah orang yang terbunuh mencapai tujuh puluh ribu. (Al-Bidayah wa An-Nihayah).

Maka seharusnya kita, atas mujahidin di Irak hari ini, jika komandan mereka bersumpah akan mengalirkan sungai dengan darah orang-orang Amerika, Rafidhah murtad dan Nushairiah maka kita biarkan dia hingga membebaskan diri dari sumpahnya.

Setelah peperangan yang dahsyat ini, dengan jumlah orang yang terbunuh oleh Khalid sangat banyak, dan tawanan orang-orang Persia dan pemenggalan kepala mereka, serta sungai yang mengalirkan darah, maka berkatalah Abu Bakar Ash-Shidiq sebuah perkataan yang sangat terkenal; “Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya singa kalian telah berlari menyerang singa lainnya, dan dia mengalahkannya dan menggigit dagingnya, sungguh para wanita tidak akan lagi sanggup melahirkan orang seperti Khalid ibn Al-Walid”.

Bersambung in sya Allah….

Memenggal Kepala Bolehkah dalam Islam ? (Bagian 1)
Memenggal Kepala Bolehkah dalam Islam ? (bagian 2)

Ulasan