Segala puji bagi Allah Ta’ala, Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya,
sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti millah beliau.
Pengertian Negeri Islam dan Negeri Kafir:
- Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata,”Menurut Jumhur : Negeri islam
adalah Negeri yang didominasi oleh kaum muslimin dan ditegakkan hukum
islam di dalamnya. Ketika hukum islam belum berjalan, maka belum disebut
Negeri Islam meskipun Negeri itu bersebelahan batas dengan Negeri
Islam. Sebagaimana Thaif pada saat itu belum bisa di katakan Negeri
Islam dengan adanya Fathu Makkah begitu juga Sahil.” (Kitab Ahkam Ahli
Dzimmah juz 1 hal.366, Syamsuddin Muhammad Ibnu Abi Bakr Ibnu Qoyyim Al
Jauziyyah)
- Ibnu Hazm Rahimahullah berkata,”Jika Ahlud Dzimmah tinggal di kota
kota mereka dan tidak ada orang selain mereka maka orang (islam, edt)
yang tinggal di dalamnya sebagai pemimpin bagi mereka atau yang tinggal
dalam rangka melakukan perdagangan dengan mereka tidak disebut Kafir
atau orang yang Jelek bahkan ia adalah seorang Muslim Muhsin dan negeri
mereka adalah Negeri Islam bukan Negeri Syirik. Karena status negeri itu
dinasabkan kepada orang yang menguasainya dan pemimpin negeri itu serta
pemilik(raja) negeri itu.”
- Beliau juga berkata,”Maka negeri mereka ( yakni Ahlud Dzimmah yang
berstatus kafir namun membayar jizyah dan tunduk dengan hukum islam)
adalah Negeri Islam bukan Negeri Syirik karena Status Negeri itu dilihat
dari orang yang menguasainya dan pemimpin negeri itu serta
pemilik(raja) negeri itu.” (Al Muhalla Juz 13 hal. 140 Abu Muhammad Ali
Ibnu Ahmad Ibnu Hazm Adz Dzahiriy)
- Sulaiman bin Sahman Rahimahullah berkata,”Sedangkan pengertian
Negeri kafir sebagaimana yang di terangkan para ulama’ Hanabilah (Ulama’
Madzhab Hambali) dan lainnya sebuah negeri yang berlaku di dalamnya
hukum kafir dan tidak nampak hukum islam maka itulah yang disebut Negeri
Kafir”
- Ibnu Muflih berkata,”Setiap Negeri yang didominasi dengan hukum
hukum islam maka itulah Negeri Islam namun jika yang mendominasi adalah
hukum kafir maka ia adalah Negeri kafir dan tidak ada lagi Negeri yang
ketiga”
- Abu Ya’la berkata,”Dan setiap Negeri yang didominasi dengan hukum
islam tanpa tercampur dengan hukum kafir maka ia disebut Negeri Islam
dan setiap Negeri yang didominasi dengan hukum Kafir tanpa tercampur
dengan hukum Islam maka ia disebut Negeri Kafir.” (Al Mu’tamad fii
Usulid Din hal. 276, Abu Ya’la Al Hambali)
- Al Bahuti juga berkata,”Negeri Kafir adalah negeri yang didominasi
dengan hukum kafir.” (Kasyful Qina’ ala Matnil Iqna’ juz 3 hal. 34,
Syaikh Mansur Ibnu Idris Al Bahuti)
- “Dahulu Makkah adalah Negeri Perang (Negeri Kafir) karena hukum
jahiliyah yang mendominasinya pada waktu itu.” (Al Mudawwanah Al Kubro
juz 3 hal. 23, Al Imam Malik bin Anas)
- “Sebuah negeri yang didominasi dengan hukum kafir adalah Negeri
Kafir meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum Muslimin. Dan Negeri
yang didominasi dengan hukum islam adalah Negeri Islam meskipun
mayoritas penduduknya adalah orang kafir (At Tuhfah Ala Hawasyi Asy
Syamarwaniy dan Ibnu Qasim juz 9 hal.269 karya Ibnu Hajar Al Haitsami)
Status sebuah Negeri itu tidaklah tetap namun berubah ubah sesuai
dengan hukum yang berlaku di dalamnya. Contoh: Dahulu Negeri Irak dan
Syam disebut Negeri Islam ketika di bawah kepemimpinan khilafah dan
berubah menjadi Negeri Kafir ketika di bawah dominasi para penguasa
Murtad yang menyingkirkan hukum Allah dan memberlakukan undang undang
buatan manusia dan sekarang telah menjadi Negeri Islam kembali setelah
kembali ke pangkuan Khilafah Islam yang baru di bawah kepemimpinan
Khalifah Ibrahim bin Awwad Hafidzahullah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Fatawa,”Keadaan
sebuah Negeri itu seperti keadaan seorang hamba kadang muslim kadang
kafir, kadang mukmin kadang munafik, kadang baik dan bertaqwa kadang
jahat dan fasik. Sebagaimana tempat tinggal itu dilihat dari
penghuninya. Dan hijrahnya manusia dari tempat kufur dan penuh maksiat
menuju tempat iman dan ketaatan adalah sebagaimana taubatnya dan
berpindahnya dia dari kekufuran menuju keimanan dan peristiwa ini akan
terus terjadi sampai hari kiamat”
Hukum Hijrah ke Negeri Islam
- Terdapat perbedaan pendapat mengenai ini sebagian Ulama’ ada yang
berpendapat tidak wajibnya hijrah yaitu ulama’ ulama’ Madzhab Hanafi dan
mereka berkata bahwa hukum Hijrah telah dihapus juga mereka berdalil
dengan ayat ayat dan hadits hadits.
- Adapun Jumhur Ulama’ berpendapat wajibnya hijrah serta menolak
pendapat kelompok pertama. Dan di antara para ulama’ yang berpendapat
seperti ini contohnya ( Sekedar contoh bukan membatasi) adalah Al
Khatthabiy, At Thibbiy, An Nawawi, Al hafidz Ibnu Hajar, Ibnu Qudamah,
Ibnul Arabi, Ibnu Taimiyyah serta muridnya yakni Ibnu qoyyim, Asy
Syaukani dan ulama’ ulama’ setelahnya yang menukil dari mereka dan lebih
membenarkan pendapat ini, Serta Aimmah Dakwah Salafiyyah dimulai dari
Syaikh Mujaddid Muhamad Ibnu Abdil Wahhab sampai yang terakhir syaikh
Muhammad bin Ibrahim ( Lihat Ad Durar As Saniyyah bab Jihad cetakan
kedua tahun 1375 H)
- Di antara bantahan para ulama’ kepada orang yang berpendapat tidak
wajibnya hijrah adalah perkataan Ibnul Arabiy dalam kitab Ahkamul
Qur’an,”Hijrah adalah keluar dari Negeri Harbiy menuju Negeri Islam dan
Hijrah adalah wajib pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
dan akan berlanjut setelahnya bagi orang yang takut akan keselamatan
dirinya dan yang sebenarnya yang terputus hukumnya itu adalah Hijrah
menuju Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di mana beliau bersabda
:”. . . Akan tetapi yang ada adalah Jihad dan Niat.”
- Ath Thibiy dan lainya berkata,”Pengertian ini menuntut adanya
perbedaan hukum yang setelahnya dari yang sebelumnya, maksudnya bahwa
Hijrah yang berupa menjauhi tanah air yang ketika itu hukumnya Fardhu
‘Ain sudah terputus. Kecuali pemisahan diri disebabkan Jihad akan tetap
ada, begitu juga yang disebabkan niat yang baik seperti lari dari negeri
kafir, keluar untuk menuntut ilmu, dan menghindar dari suatu fitnah dan
niat dalam semua perkara di atas adalah niat yang dianggap.”
- An-Nawawi berkata,”maksudnya kebaikan yang terputus dengan
terputusnya hijrah masih bisa diperoleh kembali dengan Jihad dan niat
yang baik.”
- Ibnu Qudamah mengatakan dalam kitab Al Mughni sebagai bantahan bagi
orang yang berpendapat bahwa hukum Hijrah telah dihapus, “Muawiyah
Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,”Hijrah tidak akan terputus sampai terputusnya
taubat, dan taubat tidak akan terputus sampai terbitnya matahari dari
arah barat” (H.R.Abu Dawud)
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau
bersabda,”Hijrah tidak akan terputus selama masih ada Jihad”(H.R. Sa’id
dan yang lainya)
Setelah menelaah ayat ayat dan khabar khabar seputar Hijrah, maka
jelaslah makna yang dimaksud di setiap zamannya. Adapun hadits hadits
yang pertama yang dimaksud adalah tidak adanya hijrah setelah terjadi
pembebasan (Fathu) atas suatu Negeri. Dan sabda Beliau kepada
Sofwan,”Sesungguhnya Hijrah telah terputus” yaitu dari Makkah (setelah
Fathu Makkah) karena Hijrah itu dari negeri kafir jika negeri tersebut
telah dibebaskan (ditegakkan hukum Allah) maka sudah tidak disebut
Negeri Kafir lagi dan tidak wajib atasnya Hijrah dari sana namun
sebaliknya harus hijrah kepadanya.” Selesai ucapan Ibnu Qudamah.
Hukum Orang yang Tidak Berhijrah dari Negeri Kafir ke Negeri Islam
Sesungguhnya Hijrah ke Negeri Islam itu wajib dan hal itu adalah
perkataan Jumhur Ulama’ sebagaimana yang telah kami paparkan di atas.
Maka barang siapa yang mampu berhijrah tapi tidak melakukanya maka
tempat kembalinya adalah neraka (sebuah ancaman) sebagaimana firman
Allah, ”Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam
keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya :
“Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. mereka menjawab: “Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. para malaikat berkata:
“Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?”. orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali,
Ini adalah ancaman yang keras dan tidaklah ancaman ini ada kecuali karena dilakukannya dosa yang sangat besar.
Dan ia juga akan mendapat keberlepasan diri (Bara’ah) dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam di mana beliau telah bersabda,”Aku berlepas
diri dari setiap Muslim yang tinggal di antara orang orang Musyrik
sampai tungku api keduanya tidak saling melihat(berpisah)” (H.R.
Tirmidzi juz 4 hal.155 dari Jarir Ibnu Abdillah dengan sanad yang
shahih)
Maka,dia akan meninggalkan satu dari perintah perintah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian ia akan bermaksiat pada Allah
Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Hijrah tidak
akan terputus selama musuh masih memerangi” (H.R.Ahmad juz 1 hal.192
dari Abdillah Ibnu Sa’di dan Al Haitsami berkata: periwayat periwayat
hadits ini Tsiqqah)
Penutup
Maka berhati hatilah wahai hamba Allah dari kelalaian untuk berhijrah
ke Negeri Muslim. Yang mana pada saat ini tidak akan ditemui lagi di
atas bumi ini Negeri Islam kecuali wilayah wilayah yang telah dikuasai
oleh Daulah Islamiyyah Bumi khilafah yang mana Allah telah memuliakannya
dan mengeksiskannya. Sebagaimana semua Negeri di dunia ini telah
didominasi oleh hukum hukum buatan yang dibuat oleh para Arbab (Tuhan
Tuhan Palsu) untuk manusia tanpa izin Allah. Ingatlah Allah Ingatlah
Allah untuk berhijrah menuju Negeri Islam dan bergabunglah dalam pasukan
Khilafah dan berbaiatlah kepada khalifatul muslimin Ibrahim bin Awwad
Hafidzahullah.
Saudara-Saudara Kalian di Markaz Aisyah Media
Front Media Pembela Daulah Islamiyyah
[singa/markazaisyah]
Ulasan
Catat Ulasan
Ulaslah Yang Terbaik..